Langsung ke konten utama

Harga Perolehan atau Harga Penjualan Harta




A.      HARGA PEROLEHAN DAN HARGA PENJUALAN
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1994 menjelaskan bahwa pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkuta, biaya pemasangan, biaya asuransi waktu pemasangan, biaya komisi, biaya balik nama dan lain-lain.
Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga, perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Adapun hubungan istimewa yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut.
a.         Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b.        Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
c.         terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Contoh Soal:
PT.Citra Nusa yang beroperasi di Kota Bogor membeli sebuah mesin dari perusahaan supplier di Cikarang seharga Rp100.000.000, PPh 22 sebesar 7,5% PT Citra Nusa, mesin dikirim via kurir yang ditunjuk, ongkos kirim dari Cikarang ke Bogor sebesar Rp1000.000 dan instalasi pemasangan mesin memakan biaya Rp.500.000 dan asuransi pengiriman sebesar Rp150.000. Tentukan harga perolehan mesin tersebut!
Pembahasan :
Jika diuraikan semua pengeluaran untuk memperoleh mesin tersebut adalah sebagai berikut :
Pembelian Mesin         Rp 100.000.000
PPh 22                         Rp     7.500.000
Ongkos kirim              Rp     1.000.000
Asuransi                      Rp        150.000
Biaya Instalasi             Rp        500.000 +
                                    Rp 109.150.000
Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp109.150.000 merupakan harga perolehan atas mesin tersebut.

B.       MENENTUKAN HARGA PEROLEHAN DAN HARGA PENJUALAN
Penentuan harga perolehan dan harga penjualan aktiva tetap dapat terjadi dalam beberapa situasi atau kondisi. Situasi atau kondisi yang dimaksud, diantaranya saat jual beli harta, tukar menukar harta, pengambilalihan usaha, hibah/ bantuan/ sumbangan, pengalihan harta termasuk setoran tunai sebagai pengganti penyertaan modal, serta penilaian atau pemakaian persediaan. Berikut ini masing-masing penjelasannya.
1.        Jual Beli Harta
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Contoh Kasus :
CV AXA menjual mobil kepada CV BETA dengan harga Rp100.000.000, tetapi harga pasar/nilai wajar dari mobil tersebut adalah Rp150.000.000. Nilai buku mobil tersebut bagi CV AXA adalah Rp90.000.000.
Jika CV AXA dan CV BETA ada hubungan istimewa. Harga penjualan adalah harga pasar wajar yakni Rp150.000.000, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh CV AXA sebesar Rp50.000.000.

2.        Tukar Menukar Harta
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Contoh Kasus :
PT AL menukarkan mobil “Blast” (Nilai Buku Rp100.000.000, Harga Pasar Rp150.000.000) dengan mobil “Center” (Nilai Buku Rp80.000.000, Harga Pasar Rp150.000.000) milik PT EL.
Dari transaksi tersebut, PT AL memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000 dan PT EL memperoleh keuntungan sebesar Rp.70.000.000. Sehingga harga perolehan Mobil “Blast” dan Mobil “Center” dari pertukaran tersebut adalah sebesar Harga Pasarnya yaitu Rp150.000.000.

3.        Pengambilalihan Usaha
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:
PT A                            PT B
Nilai sisa buku     Rp 200.000.000,00     Rp 300.000.000,00
Harga pasar          Rp 300.000.000,00     Rp 450.000.000,00

Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 - Rp300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp750.000.000,00 (Rp300.000.000,00 + Rp450.000.000,00). Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("pooling of interest"). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp 500.000.000,00 (Rp 200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00).

4.        Hibah/Bantuan/Sumbangan
Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a atau warisan, maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka nilai perolehan bagi pihak yang mengalihkan adalah harga pasar.
Adapun syarat yang adala dalam pasal 4 ayat (3) huruf a UU No. 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut.
1.    bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2.    harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Contoh Kasus :
a.    CV Sinar menghibahkan mobil kepada Yayasan Panti Jompo. Nilai buku mobil tersebut bagi CV Sinar adalah Rp100.000.000 dan Harga Pasarnya Rp150.000.000. Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar nilai bukunya Rp100.000.000, sehingga tidak ada keuntungan yang diakui oleh CV Sinar. Demikian juga bagi Yayasan Panti Jompo, harga perolehan mobil adalah sebesar Rp100.000.000
b.    CV Sinar menghibahkan mobil kepada Tuan Han yang merupakan salah satu mitra bisnis CV Sinar. Nilai buku mobil tersebut bagi CV Sinar adalah Rp100.000.000 dan harga pasarnya Rp150.000.000. Mobil tersebut bagi Tuan Han merupakan objek pajak, karena antara CV Sinar dan Tuan Han terdapat hubungan usaha. Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar harga pasarnya Rp150.000.000. Sehingga keuntungan yang diakui oleh CV Sinar sebesar Rp50.000.000. Bagi Tuan Han, Harga Perolehan mobil adalah sebesar Rp150.000.000.

5.        Pengalihan Harta Termasuk Setoran Tunai sebagai Pengganti Penyertaan Modal
Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal akan dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.
Contoh:
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut adalah Rp40.000.000,00. Dalam hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva dengan nilai Rp40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu sebesar Rp20.000.000,00 (Rp40.000.000,00 - Rp20.000.000,00) dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp15.000.000,00 (Rp40.000.000,00 - Rp25.000.000,00) merupakan Objek Pajak.

6.        Penilaian atau Pemakaian Persediaan
Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("first-in first-out atau disingkat FIFO"). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakainan persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebtu, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama.

Sumber referensi lain
1. UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
3. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas 3: Administrasi Perpajakan

Kompetensi Dasar : 3.8     Menjelaskan harga perolehan atau harga penjualan harta 3.9     Menjelaskan norma penghitungan dan penghitungan PPh akhir tahun 4.8     Menentukan harga perolehan atau harga penjualan harta dalam rangka menghitung penghasilan 4.9   Menjelaskan norma penghitungan dan penghitungan pajak penghasilan akhir tahun Rincian Tugas: Untuk kompetensi dasar ini ada 2 (dua) tugas yang perlu Anda kerjakan, yaitu: A.   Silakan membuat catatan pada buku catatan Anda materi mengenai : a.        Pada materi KD 3.8 dan 4.8, minimal memuat: 1.     Pengertian harga perolehan dan harga penjualan 2.     Penentuan harga perolehan dan harga penjualan jika terjadi : ·       jual beli harta ·       tukar menukar harta ·       pengambilalihan usaha ·    ...

Norma Penghitungan dan Penghitungan PPh Akhir Tahun

A.       PENGERTIAN NORMA PENGHITUNGAN Tidak semua Wajib Pajak tentu memiliki kemampuan untuk membuat pembukuan. Justru pada umumnya, pengusahan kita mayoritas masih pada taraf usaha kecil. Mereka sangat mungkin tidak memiliki kemampuan membuat pembukuan. Selain itu, para profesional yang memiliki praktek profesi sendiri mungkin saja tidak memiliki pembukuan. Nah, bagi mereka yang tidak mau membuat pembukuan, Direktorat Jenderal Pajak telah membuat  Norma Penghitungan . Norma penghitungan adalah  pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Norma penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal: 1.     tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau 2.     pembukuan a...