A.
PENGERTIAN
NORMA PENGHITUNGAN
Tidak semua Wajib Pajak tentu memiliki
kemampuan untuk membuat pembukuan. Justru pada umumnya, pengusahan kita
mayoritas masih pada taraf usaha kecil. Mereka sangat mungkin tidak memiliki
kemampuan membuat pembukuan. Selain itu, para profesional yang memiliki praktek
profesi sendiri mungkin saja tidak memiliki pembukuan. Nah, bagi mereka yang
tidak mau membuat pembukuan, Direktorat Jenderal Pajak telah membuat Norma Penghitungan.
Norma
penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya
penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Norma
penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan
pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Penggunaan Norma Penghitungan
tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal:
1.
tidak terdapat dasar penghitungan yang
lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
2.
pembukuan atau catatan peredaran bruto
Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Norma penghitungan disusun sedemikian
rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan
kewajaran. Aplikasinya, Norma Penghitungan itu merupakan persentase tertentu
untuk mencari penghasilan neto. Wajib Pajak tidak perlu merinci berapa biaya
yang telah dikeluarkan untuk mencari penghasilan neto.
B.
NORMA PENGHITUNGAN
PPh
a.
Peredaran
bruto dan penghasilan neto
a) Peredaran Bruto
Pengertian Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak Badan untuk Tahun
Pajak 2014 memiliki dua pengertian, yaitu :
- Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013, adalah sebagai berikut :
Peredaran
Bruto adalah penghasilan atau omset atau penghasilan bruto dari
usaha, tidak termasuk :
a.
penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas (khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi).
b.
penghasilan selain dari usaha atau
penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
c.
penghasilan dari usaha yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan di bidang perpajakan.
d.
penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari luar negeri.
e.
penghasilan yang dikecualikan sebagai
objek pajak penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.
Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut.
a.
Peredaran Bruto dengan pengertian
tersebut diatas digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto Tahun Pajak 2013
berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000,-
b.
Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak 2013
berjumlah tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka perhitungan PPh
Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2014 dihitung sebagai
PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar 1% dari Peredaran Bruto tersebut diatas
dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).
- Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, adalah
sebagai berikut.
Peredaran
Bruto adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari
kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia,
meliputi :
1.
Penghasilan yang dikenai Pajak
Penghasilan Final.
2.
Penghasilan yang dikenai Pajak
Penghasilan Tidak Bersifat Final.
3.
Penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak penghasilan.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut:
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan
untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib
Pajak Badan yang tidak termasuk dalam Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk
masa pajak Januari sampai dengan Desember 2014.
b) Penghasilan Neto
Norma
Penghitungan Neto adalah norma yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam
penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan
PPh Pasal 25/29 terutang.
Wajib
Pajak yang diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam
menghitung penghasilan neto dalam satu tahun untuk penghitungan PPh Pasal 25/29
adalah hanya Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memenuhi syarat sebagai
berikut :
- Wajib
Pajak Orang Pribadi yang mempunyai peredaran bruto/omset bruto tidak lebih
dari Rp.4.800.000.000,- dalam satu tahun pajak berdasarkan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dan PP Nomor 46 Tahun 2013.
- Ketentuan
tersebut berlaku sejak tahun pajak 2007.
- Khusus
mulai bulan Juli 2013 penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2013.
- Wajib
Pajak Orang Pribadi yang bermaksud menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dalam menghitung penghasilan neto wajib memberitahuan
kepada Direktur Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak
Jenis
pekerjaan bebas yang dalam menghitung Pajak Penghasilan dapat menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (apabila peredaran usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000,-
dalam satu tahun pajak) adalah sebagai berikut :
- tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
- pemain
musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari;
- olahragawan;
- penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- pengarang,
peneliti, dan penerjemah:
- agen
iklan:
- pengawas
atau pengelola proyek;
- perantara;
- petugas
penjaja barang dagangan;
- agen
asuransi; dan
- distributor
perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
- 10
(sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
- ibukota
propinsi lainnya;
- daerah
lainnya.
Penghitungan
Penghasilan Neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau
pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan
memperhatikan pengelompokan wilayah. Penghasilan neto dihitung dengan cara
penghasilan bruto/omset bruto dikalikan dengan norma penghitungan
penghasilan neto.
b.
Penghitungan
khusus bagi wajib pajak tertentu
Untuk
menghitung besarnya pajak penghasilan bagi Wajib Pajak tertentu, maka
pemerintah menetapkan Norma Penghitungan Khusus.
Pajak
penghasilan bagi Wajib Pajak tertentu tersebut diatur secara khusus dalam Pasal
15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, sehingga
pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima oleh Wajib
Pajak Tertentu tersebut sering juga disebut dengan PPh Pasal 15.
Wajib
Pajak Tertentu yang menghitung Penghasilan Netonya berdasarkan Norma
Penghitungan Khusus, maka pajak penghasilan yang dikenakan terhadap
penghasilannya tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat
(1) atau ayat (3) serta Tarif Pajak Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Akan tetapi Perhitungan Pajak
Penghasilannya dihitung berdasarkan tarif pajak penghasilan yang terdapat dalam
peraturan yang mengatur besarnya Norma Penghitungan Khusus bagi Wajib Pajak
Tertentu tersebut.
Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak
Tertentu, antara lain:
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
Wajib
Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri yang melakukan usaha pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar
Negeri.
Wajib
Pajak Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri adalah Wajib
Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri yang melakukan
usaha pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di luar negeri.
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib PajakPerusahaan Penerbangan Dalam Negeri.
Wajib
Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri adalah perusahaan
penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan
berdasarkan perjanjian charter;
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak Perusahaan Asuransi Luar Negeri.
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib PajakPerusahaan Asuransi Luar Negeri diterapkan
atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi yang diterima
oleh Perusahaan Asuransi Luar Negeri oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib PajakPerusahaan pengeboran minyak, gas dan
panas bumi.
Wajib
Pajak Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan Norma Penghitungan Khusus atas Penghasilan
bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran
minyak dan gas bumi yang bersangkutan.
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak Perusahaan Dagang Asing yang mempunyai
Kantor Perwakilan di Indonesia.
Pajak
Penghasilan dikenakan terhadap semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang
di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
·
Norma
Penghitungan Khusus untuk Wajib Pajak Perusahaan yang melakukan investasi dalam
bentuk bangun-guna-serah atau BOT (“build, operate, and transfer”).
Bangun
Guna Serah atau BOT ("Built Operate and Transfer") adalah bentuk
perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan
investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada
investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah
(BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas
tanah setelah masa guna serah berakhir.
Untuk
menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau
sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus
guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut. Pajak
Penghasilan yang dikenakan dengan Norma Penghitungan Khusus biasanya bersifat
final.
C. PENGHITUNGAN PPh
a.
Bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri
Sebagaimana
yang termaktub dalam UU No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 17 menjelaskan
secara terperinci tentang tarif yang digunakan untuk menghitung penghasilan
kena pajak. Subjek Pajak/Wajib Pajak yang dimasukkan dalam UU ini meliputi
Wajib Pajak (WP) orang pribadi dalam negeri dan WP badan dalam negeri/bentuk
usaha tetap.
Berikut
ini adalah uraian mengenai PPh Pasal 17, penjelasannya, dan penghitungannya.
a) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
|
Tarif Pajak
|
Sampai
dengan Rp50.000.000
|
5%
|
Di
atas Rp50.000.000-Rp250.000.000
|
15%
|
Di
atas Rp250.000.000-Rp 500.000.000
|
25%
|
Di
atas Rp 500.000.000
|
30%
|
Bagi penerima yang tidak memiliki NPWP maka dikenakan
tarif PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi.
Tarif PTKP dari tahun 2011 ke tahun 2018 akan dijelaskan
sebagai berikut.
b. Tarif PTKP
tahun 2001 sampai dengan 2008
Dasar tarif PTKP 2001
adalah UU No. 17 tahun 2000 dan efektif berlaku per tanggal 1 Januari 2001.
PTKP Pria/Wanita
Lajang
|
|
TK/0
|
Rp 2.880.000
|
TK/1
|
Rp 4.320.000
|
TK/2
|
Rp 5.760.000
|
TK/3
|
Rp 7.200.000
|
PTKP Pria Kawin
|
|
K/0
|
Rp 4.320.000
|
K/1
|
Rp 5.760.000
|
K/2
|
Rp 7.200.000
|
K/3
|
Rp 8.640.000
|
PTKP Suami Istri
Digabung
|
|
K/1/0
|
Rp 7.200.000
|
K/1/1
|
Rp 8.640.000
|
K/1/2
|
Rp10.080.000
|
K/1/3
|
Rp11.540.000
|
c. Tarif PTKP
tahun 2009-2012
Dasar tarif PTKP 2009 sampai
dengan 2012 adalah UU No. 36 Tahun 2008 dan mulai berlaku per 1 Januari 2009.
PTKP Pria/Wanita
Lajang
|
|
TK/0
|
Rp 15.840.000
|
TK/1
|
Rp 17.160.000
|
TK/2
|
Rp 18.480.000
|
TK/3
|
Rp 19.800.000
|
PTKP Pria Kawin
|
|
K/0
|
Rp 17.160.000
|
K/1
|
Rp 18.480.000
|
K/2
|
Rp 19.800.000
|
K/3
|
Rp 21.120.000
|
PTKP Suami Istri
Digabung
|
|
K/1/0
|
Rp 33.000.000
|
K/1/1
|
Rp 34.320.000
|
K/1/2
|
Rp 35.640.000
|
K/1/3
|
Rp 36.960.000
|
d. Tarif PTKP
Tahun 2013—2014
Dasar tarif PTKP 2013
sampai dengan 2014 adalah PMK Nomor 162/PMK.011/2012 dan mulai berlaku per 1
Januari 2013.
PTKP Pria/Wanita
Lajang
|
|
TK/0
|
Rp 24.300.000
|
TK/1
|
Rp 26.325.000
|
TK/2
|
Rp 28.350.000
|
TK/3
|
Rp 30.375.000
|
PTKP Pria Kawin
|
|
K/0
|
Rp 26.325.000
|
K/1
|
Rp 28.350.000
|
K/2
|
Rp 30.375.000
|
K/3
|
Rp 32.400.000
|
PTKP Suami Istri
Digabung
|
|
K/1/0
|
Rp 50.625.000
|
K/1/1
|
Rp 52.650.000
|
K/1/2
|
Rp 54.675.000
|
K/1/3
|
Rp 56.700.000
|
e. Tarif PTKP
Tahun 2015
Dasar tarif PTKP tahun
2015 adalah PMK Nomor 122/PMK.010/2015 dan efektif berlaku per tanggal 1
Januari 2015.
PTKP Pria/Wanita
Lajang
|
|
TK/0
|
Rp 36.000.000
|
TK/1
|
Rp 39.000.000
|
TK/2
|
Rp 42.000.000
|
TK/3
|
Rp 45.000.000
|
PTKP Pria Kawin
|
|
K/0
|
Rp 39.000.000
|
K/1
|
Rp 42.000.000
|
K/2
|
Rp 45.000.000
|
K/3
|
Rp 48.000.000
|
PTKP Suami Instri
Digabung
|
|
K/1/0
|
Rp 75.000.000
|
K/1/1
|
Rp 78.000.000
|
K/1/2
|
Rp 81.000.000
|
K/1/3
|
Rp 84.000.000
|
f. Tarif PTKP
Tahun 2016—2018
Dasar tarif PTKP tahun
2016 sampai dengan 2018 adalah PMK No. 101/PMK.010/2016 dan mulai berlaku per 1
Januari 2016.
PTKP Pria/Wanita
Lajang
|
|
TK/0
|
Rp 54.000.000
|
TK/1
|
Rp 58.500.000
|
TK/2
|
Rp 63.000.000
|
TK/3
|
Rp 67.500.000
|
PTKP Pria Kawin
|
|
K/0
|
Rp 58.500.000
|
K/1
|
Rp 63.000.000
|
K/2
|
Rp 67.500.000
|
K/3
|
Rp 72.000.000
|
PTKP Suami Instri
Digabung
|
|
K/1/0
|
Rp112.500.000
|
K/1/1
|
Rp117.000.000
|
K/1/2
|
Rp121.500.000
|
K/1/3
|
Rp126.000.000
|
b) WP Badan
Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
a.
Tarif PPh
Badan tahun 2009
Tarif PPh
Badan untuk tahun 2009 adalah 28% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP). Untuk
Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto
sampai dengan Rp4.800.000.000.
a.
Tarif PPh
Badan tahun 2010
Tarif PPh Badan untuk tahun 2010 adalah 25% dari
Penghasilan Kena Pajak (PKP). Bagi WP badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk
atau Go Public), mendapat pengurangan tarif sebesar 5% dari tarif normal atau
dengan kata lain mulai Tahun Pajak 2010 tarif WP Badan yang sudah Go Public
adalah 20%. WP badan yang berhak
mendapat penurunan tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan
kriteria sebagai berikut.
a.
Saham
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b.
Jumlah
saham yang dilempar ke publik minimal 40% dari keseluruhan sahan yang disetor
dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang
pribadi atau badan; dan
c.
Masing-masinh
pihak (pemegang saham) hanya boleh mimiliki saham kurang dari 5% dari
keseluruhan saham yang disetor.
Jika salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka WP
Badan tersebut harus menggunakan tarif yang ditetapkan, yaitu sebesar 25%.
Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran
bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.
b.
Tarif PPh
Badan tahun 2013
Untuk
tarif PPh Badan tahun 2013 dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai
berikut.
©
Tarif PPh
Badan berdasarkan Pasal 17 dan pasal 31E UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, yaitu sebagai berikut.
a.
Tarif
pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25% dari Penghasilan Kena Pajak.
b.
Wajib
Pajak badan dalam negeri yang berbentuk persekutuan terbuka yang paling sedikit
40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat 5% lebih rendah
daripada tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
c.
Wajib
Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000
(50 milyar) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari
tarif tersebut (25%) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.
d.
Untuk
keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh.
e.
Tarif
Pajak Pasal 17 dan 31E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan
yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah dikenakan PPh
Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
©
Tarif
Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
adalah sebagai berikut.
a.
Atas
peredaran usaha bruto bulan Juli sampai Desember 2013 dari Wajib Pajak Badan
yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan
PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1% dari peredaran usaha bruto dan bersifat
final.
b.
Bagi
Wajib Pajak Luar Negeri
Dari UU
No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang
menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri,
yaitu:
- Seorang
individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang
mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Seorang
individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan
perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui
menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Melihat
ketentuan di atas khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau berada
di Indonesia ataupun yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia bisa
dikenakan PPh Pasal 26.
PPh
Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto
dari pendapatan yang diperoleh dari:
- Dividen.
- Bunga,
termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman.
- Royalti,
sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.
- Insentif
yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
- Hadiah
dan penghargaan.
- Pensiun
dan pembayaran berkala.
- Premi
swap dan transaksi lindung lainnya.
- Perolehan
keuntungan dari penghapusan utang.
Selain
pajak atas pendapatan (omset), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal
26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari
laba bersih dikenakan bagi yang memiliki penghasilan dari:
- Pendapatan
dari penjualan aset di Indonesia.
- Premi
asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui
pialang kepada perusahaan
asuransi di luar negeri.
Ketentuan
tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut:
- Tarif
20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan
saham perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan
perlindungan pajak, termasuk dalam BUT di Indonesia.
- Tarif
20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak termasuk di dalamnya dalam BUT di Indonesia. Tidak berlaku bagi
Wajib Pajak yang penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
- Tax
Treaty atau P3B antara Indonesia dan
negara-negara lain yang berada dalam perjanjian bisa saja berbeda satu
sama lain. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif
biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
Sumber referensi lain
1. UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
3. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
4. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
5. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 17/PJ/2015 NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
6. Contoh Pemakaian Norma Penghitungan
1. UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
3. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
4. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
5. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 17/PJ/2015 NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
6. Contoh Pemakaian Norma Penghitungan
Komentar
Posting Komentar